Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menetapkan bahwa “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”. Dalam Pasal 6 ayat (2) ini hanya disebutkan kegiatan-kegiatan tertentu, tidak disebutkan secara tegas kegiatan-kegiatan apa dalam pendaftaran tanah yang menjadi tugas PPAT untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Tugas pokok PPAT dalam membantu pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, yaitu:
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para pihak mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak tersebut. Akibat hukum dari perbuatan hukum tersebut dapat berupa pemindahan hak, pembebanan hak, dan pembagian hak. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 menyatakan bahwa tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah.
Untuk menjawab kegiatan apa dalam pendaftaran tanah yang menjadi tugas PPAT dapat dilihat dari macam-macam kegiatan pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Pemerintah menurut Pasal 19 ayat (2) UUPA, meliputi:
a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kegiatan pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu:
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (Opzet atau InitialRegistration)
Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 atau Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan secara massal, ada yang dilaksanakan atas inisiatif dari Pemerintah dan ada yang swadaya masyarakat (inisiatif dari pemegang hak atas tanah). Pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan melalui Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya dibentuk Panitia Ajudikasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk pendaftaran tanah secara sistematik atas inisiatif dari Pemerintah, atau Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk pendaftaran tanah secara sistematik atas swadaya masyarakat (inisiatif dari pemegang hak atas tanah). Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, ada yang bersifat perseorangan (individual), dan ada yang bersifat massal. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik.Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatannya, meliputi:
1). pembuatan peta dasar pendaftaran;
2). penetapan batas bidang-bidang tanah;
3). pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;
4). pembuatan daftar tanah;
5). pembuatan surat ukur.
b. Pembuktian dan pembukuannya. Kegiatannya, meliputi:
1). pembuktian hak baru;
2). pembuktian hak lama;
3). pembukuan hak.
c. Penerbitan sertipikat.
d. Penyajian data fisik dan data yuridis.
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (Bijhouding atau Maintenance).
Yang dimaksud kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis tersebut kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:
a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak. Kegiatannya meliputi:
1). Pemindahan hak;
2). Pemindahan hak melalui lelang;
3). Peralihan hak karena pewarisan;
4). Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
5). Pembebanan hak;
6). Penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Kegiatannya, meliputi:
1). Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;
2). Pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah;
3). Pembagian hak bersama;
4). Hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
5). Peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan;
6). Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan;
7). Perubahan nama.
Perubahan data yuridis dapat berupa:
a. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya;
b. Peralihan hak karena pewarisan;
c. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perusahaan atau koperasi;
d. Pembebanan Hak Tanggungan;
e. Peralihan Hak Tanggungan;
f. Hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan;
g. Pembagian hak bersama;
h. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan;
i. Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama;
j. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
Perubahan data fisik dapat berupa:
a. pemecahan bidang tanah;
b. pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah;
c. penggabungan dua atau lebih bidang tanah.
Dari dua macam kegiatan pendaftaran tanah, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, maka kegiatan yang menjadi tugas utama Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah terdapat perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, berupa pemindahan hak, pembagian hak bersama, pembebanan Hak Tanggungan, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, dan pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. Dalam perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dibutuhkan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta.
A.P. Parlindungan menyatakan bahwa tugas PPAT adalah melaksanakan suatu recording of deeds of conveyance, yaitu suatu perekaman pembuatan akta tanah yang meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan dengan hak atas tanah sebagai Hak Tanggungan, mendirikan hak baru di atas sebidang tanah (Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atau Hak Pakai di atas Hak Milik) ditambah membuat surat kuasa memasang Hak Tanggungan.[1]
Pada dasarnya tugas PPAT dalam pendaftaran tanah adalah membantu Badan Pertanahan Nasional dalam mencapai salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berkaitan dengan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu:
a. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.
b. PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
c. PPAT wajib menjelaskan kepada calon penerima hak dalam pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun mengenai Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa:
1). yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2). yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3). yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 1 dan 2 tersebut tidak benar, maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi objek landreform; 4. yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 1 dan 2 tidak benar.
d. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.
e. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran pemindahan dan pembebanan Hak Tanggungan atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan. PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus mandiri dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Irawan Soerodjo menyatakan bahwa jabatan PPAT merupakan suatu profesi yang mandiri, yaitu:[2]
a. Mempunyai fungsi sebagai pejabat umum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan mendapat kewenangan dari Pemerintah melalui Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk membuat akta pemindahan hak dan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah yang merupakan alat bukti yang otentik.
b. Mempunyai tugas sebagai recording of deed conveyance (perekaman dari perbuatan-perbuatan) sehingga wajib mengkonstatir kehendak para pihak yang telah mencapai suatu kesepakatan di antara mereka.
c. Mengesahkan suatu perbuatan hukum di antara para pihak yang bersubstansi mengesahkan tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perbuatan hukum dan menjamin kepastian tanggal penandatanganan akta.
[1] A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, h. 83.
[2] Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, Februari 2003, h. 149–150.
Tugas pokok PPAT dalam membantu pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, yaitu:
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para pihak mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak tersebut. Akibat hukum dari perbuatan hukum tersebut dapat berupa pemindahan hak, pembebanan hak, dan pembagian hak. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 menyatakan bahwa tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah.
Untuk menjawab kegiatan apa dalam pendaftaran tanah yang menjadi tugas PPAT dapat dilihat dari macam-macam kegiatan pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Pemerintah menurut Pasal 19 ayat (2) UUPA, meliputi:
a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kegiatan pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu:
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (Opzet atau InitialRegistration)
Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 atau Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan secara massal, ada yang dilaksanakan atas inisiatif dari Pemerintah dan ada yang swadaya masyarakat (inisiatif dari pemegang hak atas tanah). Pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan melalui Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya dibentuk Panitia Ajudikasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk pendaftaran tanah secara sistematik atas inisiatif dari Pemerintah, atau Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk pendaftaran tanah secara sistematik atas swadaya masyarakat (inisiatif dari pemegang hak atas tanah). Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, ada yang bersifat perseorangan (individual), dan ada yang bersifat massal. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik.Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatannya, meliputi:
1). pembuatan peta dasar pendaftaran;
2). penetapan batas bidang-bidang tanah;
3). pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;
4). pembuatan daftar tanah;
5). pembuatan surat ukur.
b. Pembuktian dan pembukuannya. Kegiatannya, meliputi:
1). pembuktian hak baru;
2). pembuktian hak lama;
3). pembukuan hak.
c. Penerbitan sertipikat.
d. Penyajian data fisik dan data yuridis.
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (Bijhouding atau Maintenance).
Yang dimaksud kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis tersebut kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:
a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak. Kegiatannya meliputi:
1). Pemindahan hak;
2). Pemindahan hak melalui lelang;
3). Peralihan hak karena pewarisan;
4). Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
5). Pembebanan hak;
6). Penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Kegiatannya, meliputi:
1). Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;
2). Pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah;
3). Pembagian hak bersama;
4). Hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
5). Peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan;
6). Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan;
7). Perubahan nama.
Perubahan data yuridis dapat berupa:
a. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya;
b. Peralihan hak karena pewarisan;
c. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perusahaan atau koperasi;
d. Pembebanan Hak Tanggungan;
e. Peralihan Hak Tanggungan;
f. Hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan;
g. Pembagian hak bersama;
h. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan;
i. Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama;
j. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
Perubahan data fisik dapat berupa:
a. pemecahan bidang tanah;
b. pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah;
c. penggabungan dua atau lebih bidang tanah.
Dari dua macam kegiatan pendaftaran tanah, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, maka kegiatan yang menjadi tugas utama Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah terdapat perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, berupa pemindahan hak, pembagian hak bersama, pembebanan Hak Tanggungan, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, dan pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. Dalam perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dibutuhkan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta.
A.P. Parlindungan menyatakan bahwa tugas PPAT adalah melaksanakan suatu recording of deeds of conveyance, yaitu suatu perekaman pembuatan akta tanah yang meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan dengan hak atas tanah sebagai Hak Tanggungan, mendirikan hak baru di atas sebidang tanah (Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atau Hak Pakai di atas Hak Milik) ditambah membuat surat kuasa memasang Hak Tanggungan.[1]
Pada dasarnya tugas PPAT dalam pendaftaran tanah adalah membantu Badan Pertanahan Nasional dalam mencapai salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berkaitan dengan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu:
a. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.
b. PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
c. PPAT wajib menjelaskan kepada calon penerima hak dalam pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun mengenai Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa:
1). yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2). yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3). yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 1 dan 2 tersebut tidak benar, maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi objek landreform; 4. yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 1 dan 2 tidak benar.
d. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.
e. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran pemindahan dan pembebanan Hak Tanggungan atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan. PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus mandiri dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Irawan Soerodjo menyatakan bahwa jabatan PPAT merupakan suatu profesi yang mandiri, yaitu:[2]
a. Mempunyai fungsi sebagai pejabat umum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan mendapat kewenangan dari Pemerintah melalui Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk membuat akta pemindahan hak dan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah yang merupakan alat bukti yang otentik.
b. Mempunyai tugas sebagai recording of deed conveyance (perekaman dari perbuatan-perbuatan) sehingga wajib mengkonstatir kehendak para pihak yang telah mencapai suatu kesepakatan di antara mereka.
c. Mengesahkan suatu perbuatan hukum di antara para pihak yang bersubstansi mengesahkan tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perbuatan hukum dan menjamin kepastian tanggal penandatanganan akta.
[1] A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, h. 83.
[2] Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, Februari 2003, h. 149–150.