Jumat, 24 April 2009

Berakhirnya Suatu Kontrak

KUH Perdata menyebutnya sebagai hapusnya perikatan, yaitu pada Pasal 1381 yang menyebutkan bahwa perikatan-perikatan hapus:[1]
1. karena pembayaran;
2. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan:
3. karena pembaharuan hutang;
4. karena perjumpaan hutang atau kompensasi;
5. karena percampuran hutang;
6. karena pembebasan hutang-,
7. karena musnahnya barang yang terhutang;
8. karena batal atau pembatalan-,
9. karena berlakunya suatu syarat batal; dan
10. karena lewatnya waktu.
Pembayaran dalam arti luas adalah pemenuhan prestasi, balk bagi pihak yang menyerahkan uang sebagai harga pembayaran maupun bagi pihak yang menyerahkan kedendaan sebagai barang sebagaimana yang diper­janjikan. Jadi, pembayaran di sini diartikan sebagai "menyerahkan uang" bagi pihak yang satu dan "menyerahkan barang" bagi pihak lainnya. Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang tertentu, harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat. Di luar kedua hat tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang, selama orang itu terus-menerus berdiam dalam keresidenan di mana ia berdiam sewaktu perjanjian dibuat dan di dalam hat-hat lainnya di tempat tinggal­nya si berhutang.
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan, adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si ber­piutang menolak pembayaran, walaupun telah dilakukan dengan per­antaraan notaris atau jurusita. Uang atau barang yang sedianya sebagai pembayaran tersebut disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadil­an Negeri dengan suatu Berita Acara, yang dengan demikian hapuslah hutang piutang tersebut.
Pembaharuan hutang menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 (tiga) macam jalan untuk melaksanakannya, yaitu:[2]
1. apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya;
2. apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;
3. apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si ber­hutang dibebaskan dari perikatannya.
Perjumpaan hutang adalah suatu perhitungan atau sating memperhitung­kan hutang-piutang antara pihak satu dengan pihak lainnya. Illustrasinya, si A dalam suatu hubungan hutang piutang menjadi kreditur terhadap si B. Namun pada hubungan hutang piutang lainnya si A menjadi debitur bagi si B, sehingga masing-masing mempunyai hutang maupun piutang. Hutang piutang inilah yang diperjumpakan. Mengenai hat ini Pasal 1426 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjumpaan itu terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak sepengetahuan orang-orang yang bersangkutan dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal batik untuk suatu jumlah yang sama.
Percampuran hutang terjadi demi hukum dengan mana piutang dihapus­kan, apabila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada 1 (satu) orang (Pasal 1436 KUH Perdata).
Pembebasan hutang adalah suatu pernyataan yang tegas dari si ber­piutang bahwa ia tidak lagi menghendaki prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan prestasi suatu perjanjian.
Musnahnya barang yang terhutang adalah suatu keadaan di mana barang yang menjadi objek perjanjian tidak dapat lagi diperdaaangkan, hilang atau sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada atau sudah tidak ada lagi. Hapusnya perikatan di sini oleh karena musnahnya barang tersebut disebabkan di luar kesalahan si berhutang atau disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya.
Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan adalah apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut pembatalan atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana di­akibatkan karena kekurangan syarat subjektif dari perjanjian dimaksud.
Berlakunya suatu syarat batal sebagai suatu sebab hapusnya perikatan adalah apabila suatu syarat batal yang disebutkan dalam perjanjian yang telah dibuat, syarat batal mana menjadi kenyataan/terjadi. Syarat batal ini, dalam perjanjian la4im disebutkan seperti ini: "perjanjian ini akan berakhir apabila ..."
Lewatnya waktu atau daluwarsa adalah suatu upaya'untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan.oleh undang­undang (Pasal 1946 KUH Perdata).
Kemudian, Pasal 1967 KUH Perdata menyebutkan bahwa sega!a tuntutan hukum, balk yang bersifat perseorartgan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun, sedangkan siapa yang menunjuk­kan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tidak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk. Dengan lewatnya waktu tersebut di atas, hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah suatu "perikatan bebas" (natuurlijke verbintenis), artinya kalau dibayar boleh, tetapi tidak dapat dituntut di depan hakum.[3] Debitur jika ditagih hutangnya atau dituntut di depan pengadilan, dapat mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang kedalu­warsanya piutang dan dengan demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan.


[1] Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003) Hal.18
[2] ibid
[3] Subekti, opcit. hal 78