Sekilas, bila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan bila melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah atau tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah, sebab penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis.
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita. hingga kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Dalam pengertiannya yang luas, kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara 2 (dua) pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seorang yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut dalam jumlah tertentu.[1] Sedang kontrak komersil dalam pengertiannya yang paling sederhana adalah kesepakatan yang dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis.[2]
Kontrak bisa bersifat lisan bisa juga tertulis. Pernyataan kontrak tertulis bisa berupa memo, sertifikat, atau kuitansi. Karena hubungan kontraktual dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih yang memiliki potensi kepentingan yang saling bertentangan, persyaratan kontrak biasanya dilengkapi dan dibatasi oleh hukum. Dukungan dan pembatasan oleh hukum tersebut berfungsi untuk melindungi pihak yang menjalin kontrak dan untuk mendefinisikan hubungan khusus di antara mereka seandainya ketentuannya tidak jelas, mendua arti, atau bahkan tidak lengkap.[3]
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat). Bukankah dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari:
1. perjanjian; dan
2. Undang-undang.
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut overeenkomst yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian. Menurut Peter Mahmud Marzuki[4] perjanjian mempunyai arti yang lebih luas daripada kontrak. Kontrak merujuk kepada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil.
Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat dipersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata "perjanjian dibuat secara tertulis". pengertian perjanjian dalam pasal tersebut hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.
Menurut Munir Fuady[5] banyak definisi tentang kontrak telah diberikan dan masing-masing bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut yang dianggap sangat penting, dan bagian tersebutlah yang ditonjolkan dalam definisi tersebut.
Salah satu definisi kontrak yang diberikan oleh salah satu kamus, bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan. memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hokum.[6]
Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas[7]
Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas[7]
Apabila kita mengacu kepada judul buku ini dan berbagai buku dan tulisan ilmiah lainnya yang memberikan kata "perancangan" terhadap kontrak, maka kontrak dapat diartikan sebagai suatu media atau piranti perikatan yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi para pihak yang berkepentingan. Atau dengan kata lain, dalam buku ini kontrak diartikan sebagai suatu perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut.
Dari uraian atau definisi tersebut di atas, lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa:
1. Kontrak tersebut merupakan media atau piranti yang dapat menunjukkan apakah suatu perjanjian dibuat sesuai dengan syaratsyarat sahnya suatu perjanjian.
2. Kontrak tersebut sengaja dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau di antara para pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi suatu wanprestasi.
3. Kontrak tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang berkepentingan, sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan suatu tuntutan ganti rugi kepada pihak lainnya.
1. Kontrak tersebut merupakan media atau piranti yang dapat menunjukkan apakah suatu perjanjian dibuat sesuai dengan syaratsyarat sahnya suatu perjanjian.
2. Kontrak tersebut sengaja dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau di antara para pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi suatu wanprestasi.
3. Kontrak tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang berkepentingan, sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan suatu tuntutan ganti rugi kepada pihak lainnya.
Dari sini pulalah dapat diketahui arti pentingnya pembuatan suatu kontrak bagi para pihak yang terlibat di dalamnya, bahkan bagi pihak atau pihak lainnya. Sebagaimana kita lihat perkembangan bisnis belakangan ini yang semakin pesat dengan alasan globalisasi. Transaksi-transaksi yang dilakukan begitu gencar dilakukan, bahkan bukan saja menyibukkan para pelaku bisnis, melainkan juga sering menyulitkan para pembuat kontrak bisnis. Hal ini disebabkan semakin canggihnya kemajuan teknologi yang harus diakui jauh meninggalkan kemajuan bidang hukum termasuk segisegi hukum kontrak yang berlaku.
Selain hal tersebut di atas, arti penting suatu kontrak paling tidak adalah dalam hal-hal:
1. Untuk mengetahui perikatan apa yang dilakukan dan kapan serta di mana kontrak tersebut dilakukan.
2. Untuk mengetahui secara jelas siapa yang sating mengikatkan dirinya tersebut dalam kontrak dimaksud.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak, apa yang harus, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pihak.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat berlakunya kontrak tersebut.
5. Untuk mengetahui cara-cara yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan dan pilihan domisili hukum yang dipilih bila terjadi perselisihan antara para pihak.
6. Untuk mengetahui kapan berakhirnya kontrak, atau hal-hal apa saja yang mengakibatkan berakhirnya kontrak tersebut.
7. Sebagai alat untuk memantau bagi para pihak, apakah pihak lawan masing-masing telah menunaikan prestasinya atau belum, atau bahkan malah telah melakukan suatu wanprestasi.
8. Sebagai alat bukti bagi para pihak apabila terjadi perselisihan di kemudian hari, seperti apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak dalam kontrak dimaksud. Termasuk apabila ada pihak ketiga yang mungkin keberatan dengan suatu kontrak dan mengharuskan kedua belah pihak untuk membuktikan hal-hal yang berkaitan dengan kontrak dimaksud.
1. Untuk mengetahui perikatan apa yang dilakukan dan kapan serta di mana kontrak tersebut dilakukan.
2. Untuk mengetahui secara jelas siapa yang sating mengikatkan dirinya tersebut dalam kontrak dimaksud.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak, apa yang harus, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pihak.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat berlakunya kontrak tersebut.
5. Untuk mengetahui cara-cara yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan dan pilihan domisili hukum yang dipilih bila terjadi perselisihan antara para pihak.
6. Untuk mengetahui kapan berakhirnya kontrak, atau hal-hal apa saja yang mengakibatkan berakhirnya kontrak tersebut.
7. Sebagai alat untuk memantau bagi para pihak, apakah pihak lawan masing-masing telah menunaikan prestasinya atau belum, atau bahkan malah telah melakukan suatu wanprestasi.
8. Sebagai alat bukti bagi para pihak apabila terjadi perselisihan di kemudian hari, seperti apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak dalam kontrak dimaksud. Termasuk apabila ada pihak ketiga yang mungkin keberatan dengan suatu kontrak dan mengharuskan kedua belah pihak untuk membuktikan hal-hal yang berkaitan dengan kontrak dimaksud.
Sejalan dengan itu, Peter Mahmud Marzuki[8] menyebutkan bahwa fungsi kontrak di dalam bisnis adalah untuk mengamankan transaksi. Tidak dapat disangkal bahwa hubungan bisnis dimulai dari kontrak. Tanga adanya kontrak, tidak mungkin hubungan bisnis dilakukan. Kontrak dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Bahkan, dalam Convention on International Sale of Goods tahun 1980 kontrak secara lisan juga diakui. Akan tetapi, mengingat bahwa fungsi kontrak adalah untuk mengamankan transaksi bisnis, jika kontrak secara lisan oleh para pihak dapat dipandang aman karena integritas masing-masing pihak memang dapat dijamin, mereka tidak perlu membuat kontrak tertulis. Hanya saja apabila ada pihak ketiga yang mungkin keberatan dengan kontrak itu dan menantang kedua belah pihak harus membuktikan adanya kontrak itu dengan bukti lainnya.
Selain itu, pada dasarnya kontrak juga mempunyai fungsi ekonomi. Dan mengenai hal ini Michael J. Trebilock (1993)[9] menyebutkan bahwa sedikitnya ada 4 (empat) fungsi kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi. Pertama, kontrak yang memuat ganti rugi bila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melanggar kontrak, akan memberikan an essential check on opportunism in nonsimulataneous exchanges dengan menjamin pihak yang satu, dalam pelaksanaan kontrak, tidak berhadapan dengan risiko, daripada kerja sama dari pihak lainnya. Kedua, memakai para pihak given categories of exchange dengan seperangkat ketentuan kontrak (di mana mereka bebas untuk menentukannya bila mereka mau), sehingga akan mengurangi transaction costs. Ketiga, mengurangi ketidakhati-hatian para pihak dengan memberikan tanggung jawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya. Keempat, memformulasikan seperangkat ketentuan yang merupakan alasan yang memaafkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat dilaksanakannya efficient exchanges, tetapi tidak mendorong pelaksanaan inefficient exchanges yang tidak memenuhi kriteria efisiensi pareto.
Menurut Erman Rajagukguk[10], kontrak dalam berbagai sistem hukum yang modern dianggap sebagai institusi hukum yang sangat menguntungkan, di mana:
1. mengizinkan para pihak menetapkan kepentingan yang sah, seperti menjamin diri mereka dari pelaksanaan kontrak yang tidak memuaskan
2. memungkinkan individu-individu lainnya menunjukkan kepercayaan mereka kepada pasar;
3. bekerjanya asas pacta sunt servanda untuk pelaksanaan kontrak yang efektif dan
4. dapat memilih peranan institusi lain untuk menghindari penyelesaian sengketa di Pengadilan yang berlarut-larut dan mahal.
[1] Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003) , hal.1-21
[2] ibid
[3] Karla C. Shippey, J.D., Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, Cetakan Pertama, Jakarta: PPM, 2001, hal.1
[4] Lebih jauh lihat dalam Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003) , hal.1-21
[5] Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cetakan Pertama, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999. hal.4
[6] Black, Henry Campbell, 1968: 394.
[7] Gifis, Seteven H., 1984: 94.
[8] Peter Mahmud Marzuki, Kontrak Bisnis Internasional (Bahan Kuliah Magister Hukum Universitas Airlangga), Surabaya, 2001. hal.1
[9] sebagaimana dikutip Erman Rajagukguk dalam Jurnal Magister Hukum, 1999
[10] ibid
1. mengizinkan para pihak menetapkan kepentingan yang sah, seperti menjamin diri mereka dari pelaksanaan kontrak yang tidak memuaskan
2. memungkinkan individu-individu lainnya menunjukkan kepercayaan mereka kepada pasar;
3. bekerjanya asas pacta sunt servanda untuk pelaksanaan kontrak yang efektif dan
4. dapat memilih peranan institusi lain untuk menghindari penyelesaian sengketa di Pengadilan yang berlarut-larut dan mahal.
[1] Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003) , hal.1-21
[2] ibid
[3] Karla C. Shippey, J.D., Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, Cetakan Pertama, Jakarta: PPM, 2001, hal.1
[4] Lebih jauh lihat dalam Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003) , hal.1-21
[5] Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cetakan Pertama, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999. hal.4
[6] Black, Henry Campbell, 1968: 394.
[7] Gifis, Seteven H., 1984: 94.
[8] Peter Mahmud Marzuki, Kontrak Bisnis Internasional (Bahan Kuliah Magister Hukum Universitas Airlangga), Surabaya, 2001. hal.1
[9] sebagaimana dikutip Erman Rajagukguk dalam Jurnal Magister Hukum, 1999
[10] ibid