Jumat, 24 April 2009

Kontrak Dan Perikatan

Kontrak adalah perjanjian itu sendiri. Dan selain pengertian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata, Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu sating berjanji untuk melaksanakan suatu hal.[1]

Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara 2 (dua) orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara 2 (dua) orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau ke­sanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Jadi, perikatan yang dilakukan dengan suatu kontrak, tidak lagi hanya berupa suatu rangkain perkataan yang mengandung janji-janji atau ke­sanggupan yang diucapkan, tetapi sudah merupakan perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi para pihak.

Perikatan itu adalah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk meme­nuhi tuntutan itu.

Atau dengan kata lain, hubungan hukum yang terjadi karena adanya kontrak (perjanjian tertulis) tersebut dikatakan perikatan, karena kontrak tersebut mengikat para pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu adanya hak dan kewajiban yang timbul di dalamnya. Di mana apabila hak tersebut tidak terpenuhi dan kewajiban tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut tidak akan terjadi.

Seperti yang digambarkan oleh Hardijan Rusli[2] bahwa hubung­an hukum yang terjadi, balk karena perjanjian maupun karena hukum, dinamakan perikatan karena hubungan hukum tersebut mengikat, yaitu kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan itu dapat dipaksakan,secara hukum. Jadi, suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat dipaksakan (unenforceable) adalah bukan perikatan. Adakah suatu perjanjian yang tidak mengikat? Tentu saja ada, misalnya perjanjian­perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, seperti: A berkata kepada B, "Saya berjanji akan memberi rumah saya kepada kamu (B)." Memberi rumah adalah janji A dan hal ini dapat disebut sebagai perjanjian, tetapi perjanjian ini tidak mengikat atau tidak sah karena perjanjian ini tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu tidak ada sebab atau consideration. Sehubungan perjanjian ini tidak mengikat atau tidak sah, maka perjanjian ini tidak dapat dilaksanakan secara paksa bila A tidak mau memenuhi janjinya.

Jadi, dalam suatu perjanjian yang mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang mempunyai kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban, maka dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum, yaitu hak (right) dan kewajiban (obligation). Hubungan hukum yang berdasarkan perjanjian/kontrak adalah hubungan hukum yang ter­jadi karena persetujuan atau kesepakatan para pihaknya.


[1] Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Cetakan Kedelapan Belas, Jakarta: Pradnya Paramita, 1989. hal.1
[2] Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cetakan Kedua, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. hal.26