Secara umum yang dimaksud dengan Notaris adalah: "Pejabat Umum Yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain Yang ditetapkan oleh undang-undang[1] "
Kedudukan notaris sebagai Pejabat Umum adalah merupakan organ Negara; yang mendapat limpahan bagian dari tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas - kewajiban, wewenang clan tanggung jawab dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keperdataan; khususnya dalam pembuatan dan peresmian akta.
Yang dimaksud dengan akta disini adalah surat yang sengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum dibidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut dan memenuhi ketentuan pasal 1868 KUH Perdata Jo Ketentuan Undang-Undang No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris dahulu Stbl. 1860 No. 3 adalah akta otentik.
Akta itu disebut Otentik bila memenuhi 3 unsur yaitu:[2] Pertama, dibuat dalam bentuk menurut ketentuan undang-undang; kedua, dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum; ketiga, Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Pengertian Bentuk disini adalah "Vorm", yang memuat: awal akta, isi akta, dan akhir akta. Pengertian Pejabat Umum disini adalah notaris sebagai satu-satunya Pejabat Umum. Sedangkan pengertian Bewenang disini meliputi: berwenang terhadap orangnya; berwenang terhadap aktanya; berwenang terhadap waktunya; berwenang terhadap tempatnya. Adapun tata cara, tuntunan tentang proses dan progres pembuatan akta otentik sehingga memenuhi kwalifikasi sebagai alat bukti sempurna sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Psl. 1870 jo psl. 1868 KUH Perdata telah diatur secara rinci dalam Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Agar akta notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan sebagai alat bukti sempurna tetang halhal keperdataan yang diatur dalam (sebagai isi) akta itu tidak tergoyahkan, maka notaris Wajib (Harus) melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, profesional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta itu. Akta atau surat yang benar, sengaja dibuat sebagai alat bukti dibidang keperdataan yang pembuatannya telah memenuhi unsurunsur sebagaimana terurai di atas; maka akta tersebut dinamakan akta otentik; sedangkan yang tidak memenuhi unsur-unsur tersebut di atas disebut akta yang tidak otentik atau surat dibawah tangan.
[1] Lihat Psl 1868 KUH Perdata Jo. Psl 1 dan Psl. 15 UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
[2] Lebih jauh lihat Reglement Of Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl 1860 No.3 yang dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan sejak tgl. 6 Oktober 2004 telah diberlakukan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru yaitu UndangUndang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004.
Kedudukan notaris sebagai Pejabat Umum adalah merupakan organ Negara; yang mendapat limpahan bagian dari tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas - kewajiban, wewenang clan tanggung jawab dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keperdataan; khususnya dalam pembuatan dan peresmian akta.
Yang dimaksud dengan akta disini adalah surat yang sengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum dibidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut dan memenuhi ketentuan pasal 1868 KUH Perdata Jo Ketentuan Undang-Undang No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris dahulu Stbl. 1860 No. 3 adalah akta otentik.
Akta itu disebut Otentik bila memenuhi 3 unsur yaitu:[2] Pertama, dibuat dalam bentuk menurut ketentuan undang-undang; kedua, dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum; ketiga, Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Pengertian Bentuk disini adalah "Vorm", yang memuat: awal akta, isi akta, dan akhir akta. Pengertian Pejabat Umum disini adalah notaris sebagai satu-satunya Pejabat Umum. Sedangkan pengertian Bewenang disini meliputi: berwenang terhadap orangnya; berwenang terhadap aktanya; berwenang terhadap waktunya; berwenang terhadap tempatnya. Adapun tata cara, tuntunan tentang proses dan progres pembuatan akta otentik sehingga memenuhi kwalifikasi sebagai alat bukti sempurna sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Psl. 1870 jo psl. 1868 KUH Perdata telah diatur secara rinci dalam Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Agar akta notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan sebagai alat bukti sempurna tetang halhal keperdataan yang diatur dalam (sebagai isi) akta itu tidak tergoyahkan, maka notaris Wajib (Harus) melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, profesional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta itu. Akta atau surat yang benar, sengaja dibuat sebagai alat bukti dibidang keperdataan yang pembuatannya telah memenuhi unsurunsur sebagaimana terurai di atas; maka akta tersebut dinamakan akta otentik; sedangkan yang tidak memenuhi unsur-unsur tersebut di atas disebut akta yang tidak otentik atau surat dibawah tangan.
[1] Lihat Psl 1868 KUH Perdata Jo. Psl 1 dan Psl. 15 UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
[2] Lebih jauh lihat Reglement Of Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl 1860 No.3 yang dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan sejak tgl. 6 Oktober 2004 telah diberlakukan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru yaitu UndangUndang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004.