Senin, 27 April 2009

Notaris dan Akta Notaris

Secara umum yang dimaksud de­ngan Notaris adalah: "Pejabat Umum Yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharus­kan oleh suatu peraturan perundang­undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk di­nyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembu­atan akta, menyimpan akta, memberi­kan grosse salinan dan kutipannya, se­muanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecuali­kan kepada pejabat lain atau orang lain Yang ditetapkan oleh undang-undang[1] "
Kedudukan notaris sebagai Pejabat Umum adalah merupakan organ Nega­ra; yang mendapat limpahan bagian dari tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas - kewajiban, we­wenang clan tanggung jawab dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keper­dataan; khususnya dalam pembuatan dan peresmian akta.
Yang dimaksud dengan akta disini adalah surat yang sengaja dibuat se­bagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum dibidang keperdataan yang dilakukan oleh pi­hak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut dan memenuhi ketentuan pasal 1868 KUH Perdata Jo Ketentuan Undang-Undang No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris dahulu Stbl. 1860 No. 3 adalah akta oten­tik.
Akta itu disebut Otentik bila me­menuhi 3 unsur yaitu:[2] Pertama, dibuat dalam bentuk menurut ke­tentuan undang-undang; kedua, dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum; ketiga, Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Pengertian Bentuk disini adalah "Vorm", yang memuat: awal akta, isi akta, dan akhir akta. Pengertian Pejabat Umum disini adalah notaris sebagai satu-satunya Pejabat Umum. Sedangkan pengertian Bewenang disini meliputi: berwenang terhadap orangnya; berwenang terhadap aktanya; berwenang terhadap waktunya; berwenang terhadap tempatnya. Adapun tata cara, tuntunan tentang proses dan progres pembuatan akta otentik sehingga memenuhi kwalifika­si sebagai alat bukti sempurna se­bagaimana dimaksud dalam ketentu­an Psl. 1870 jo psl. 1868 KUH Perdata telah diatur secara rinci dalam Undang-­undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Agar akta notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan se­bagai alat bukti sempurna tetang hal­hal keperdataan yang diatur dalam (se­bagai isi) akta itu tidak tergoyahkan, maka notaris Wajib (Harus) melaksa­nakan tugasnya dengan penuh disiplin, profesional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertu­ang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta itu. Akta atau su­rat yang benar, sengaja dibuat sebagai alat bukti dibidang keperdataan yang pembuatannya telah memenuhi unsur­unsur sebagaimana terurai di atas; maka akta tersebut dinamakan akta otentik; sedangkan yang tidak me­menuhi unsur-unsur tersebut di atas disebut akta yang tidak otentik atau surat dibawah tangan.
[1] Lihat Psl 1868 KUH Perdata Jo. Psl 1 dan Psl. 15 UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
[2] Lebih jauh lihat Reglement Of Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl 1860 No.3 yang dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan sejak tgl. 6 Oktober 2004 te­lah diberlakukan Undang-Undang Ja­batan Notaris yang baru yaitu Undang­Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004.